Sabtu, 27 April 2013

telaah kurikulum 1999




TELAAH KURIKULUM 1999
 
 
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Manusia Hidup Berada Dalam perkembangan Budaya, Sosial, Politik, Ekonomi, Teknologi, Mengikat  manusia untuk mengikuti perubahan-perubahan ,hal ini adalah suatu proses pendidikan dan pembelajalajaran bagi manusia untuk membentuk karakter dan watak manusiawinya, dimana menurut Ki Hajar Dewantara : Ada  Tri Pusat Pendidikan yaitu 3 pusat pendidikan bagi manusia ada 3 sumber yakni, Keluarga, Masyarakat ( Lingkungan ), Sekolah, Yang pastinya di Era globolisasi sekarang ini manusia sangat membutuhkan akan pendidikan karna sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan kepribadian dan masa depannya, baik di desa maupun di kota semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang juga teknolgi dan pendidikan di indonesia ini, untuk menjalankan suatu sistem pendidikan Dipopulerkan dengan nama Kurikulum di mana defenisi nya sendiri ialah : George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, jadi kurikulum ini sangat di perlukan di dalam suatu instansi pendidikan baik di tingkat SD, SMP, dan SMA, maupun di perguruan tinggi, untuk mengetahui hasil belajar siswa dan pendidikan menjadi terarah.
Setiap 5 tahun sekali kurikulum berubah, di mana perubahan itu menuntut untuk penyesuaian zaman dan kemajuan teknologi di indonesia supaya terciptanya pendidikan yang berkesinambungan dengan hasil yang di harapakan masyarakat dan pemerintah yang mencerdaskan anak bangsa ini.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting, Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat Rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model kolektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang.
Karena perubahan selalu kurikulum itu,5 tahun sekali dan yang menjadi permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah telaah kurikulum 1999.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana sejarah kurikulum 1999..................................................................... ?
2.      Apa saja yang bisa di telaah dari kurikulum 1999............................................... ?
3.      Apakah perbedaan kurikuklum 1999 dengan kurikulum 2004............................ ?
1.3.Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui sebab-sebab terbentuknya kurikulum 1999
2.      Untuk mengetahui hal apa sajakah yang dapat ditelaah dari kurikulum 1999.
3.      Untuk mengatahui perbadaan kurikulum 1999 dengan kurikulum 2004.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Kurikulum
Dalam pandangan klasik, kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa Curriculun adalah dokumen tertulis yang mungkin mengandung bahan-bahan banyak, tetapi pada dasarnya itu adalah rencana untuk pendidikan siswa selama pendaftaran mereka di sekolah diberikan.
Pengertian Kurikulum Secara Modern : Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
2.2  Sejarah Lahirnya Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambaH sejumlah materi. Kurikulum Nasional (dari Kurikulum 1947-1994, KBK, sampai KTSP)  Kurikulum apa saja yang pernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah "melakukan perubahan", tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita: Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum(bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. "Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran," kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang,Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikandasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja," katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. "Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu," kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat KurikulumDepdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta -- sekarang Universitas Negeri Jakarta -- periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar,dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan. KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999 Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. "Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses," kata Mudjito menjelaskan. perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlaluberat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi. Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id) Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:. standar isi,. standar proses,. standar kompetensi lulusan,. standar pendidik dan tenaga kependidikan,. standar sarana dan prasarana,. standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepadamengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuahsubject matter), yaitu:  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar,kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
Ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, diantaranya adalah pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan pembelajaran di sekolah lebih menekan materi pelajaran yang cukup padat ( berorientasi kepada materi pelajaran atau isi ). Dalam pelaksanaan kegiatan , guru harus memilih dan menggunakan stretegi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik dan sosial.untuk mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen, dan penyelidikan. Dan dalam pengajaran suatu mata pelajaran menyesuaikan dengan kekhasan konsep atau pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa.sehingga di harapakan akan terdapaty keserasian antara pengajaran yang menekan kan kepada ,pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Selama di laksanakan kurikulum 1994 muncul bebrapa permasalahan, terutama sebagai akibatkecenderungan kepada pendekatan, penguasaan materi ( konten-orientend) , di antaranya beban belajar siswa terlalu berat karna banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi atau substansi setiap mata pelajaran.hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut . salah – satu upaya penyempurnaan adalah di berlakukannya suplemen kurikulum 1994.
Usaha pemerinta maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus di lakukan seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajatan dan proses pembelajaran. Dengan di laksanakannya UU NO.22 dan 25 tahun 1999 tentang otonmomi daerah, sehingga sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga perubahan struktural dalam penyelenggaraan pendidikan, maka bersamaan dengan hal tersebut terjadilal perubahan lagi pada kurikulum pendidikan.
2.3  Telaah Kurikulum 1999
Kalau ada yang menyatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang kerdil dan tidak mau melihat kesalahan masa lalu untuk dapat menapaki masa depan dengansukses barangkali tidak sepenuhnya salah. Setidak-tidaknya hal ini berlaku dalam menjalankan sistem pendidikan nasional dalam kaitannya dengan penggantian kurikulum sekolah,pembaruan, penyempurnaan, atau apa pun namanya.Sejak tahun 1975 sampai tahun 1994 kita memiliki pengalaman "menamba lsulam" kurikulum, dan hasilnya selalu saja tidak mampu menghantarkan bangsa ini kepada kinerja pendidikan yang kompetitif dan produktif. Banyak indikator yang dapat dipakai; misalnya seperti dilaporkan oleh Bank Dunia kemampuan membaca siswa kita lebih rendah dibanding siswa di negara-negara tetangga; prestasi pelajar kita di dalam International Mathematic Olympic(IMO) selalu saja "jeblok",kecakapan berbahasa (Inggris) siswa dan guru kita begitu rendah dibanding negara-negara lain, dan sebagainya.Meskipun demikian, pengalaman buruk tersebut diulang kembali dengan"menambal sulam" Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 1999, atau apapun namanya.
Durasi waktu yang digunakan untuk menggarap kurikulum baru punnampak sempit sehingga, meminjam terminologi Bahasa Jawa,prosesinya kelihatan sekali grusa-grusu; yaitu tergesa-gesa dan kurang hati-hati. Pendekatannya jauh dari profesional,sehingga hasilnya pun tentu kurang optimal. Memang ada kesan yang tidak dapat ditutup-tutupi bahwa ada sesuatu yang dipaksakan dalam prosesi pembaruan kurikulum kita kali ini.Sebagian masyarakat bahkan ada yang menganggap bahwa penerapan Kurikulum 1999 kali ini merupakan upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian supaya masyarakat tidak complainatas terjadinya berbagai kegagalan dalam pelaksanaan pendidikan nasional.
Tiga Kelemahan Apakah Kurikulum 1999 yang baru ini memang lebih efektif dan sempurna kalau dibandingkan dengan Kurikulum 1994? Sudah barang tentu hal ini masih memerlukan waktu untuk membuktikan-nya. Apakah kurikulum yang baru ini telah menyentuh kelemahan dasar yang dimiliki kurikulum lama, artinya Kurikulum 1999 dapat mengatasi kelemahan Kurikulum 1994? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita mencoba membuat analisis yang objektif.Di samping kelebihan yang ada, Kurikulum 1994 sebenarnya memiliki tiga kelemahan yang cukup mendasar. Adapun kelemahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Soal tunggalistik. Dalam realitasnya Kurikulum 1994 tidak bersifat pluralistik dikarenakan kurang mengakomodasi perbedaan potensi dan kultur yang ada di masyarakat. Kurikulum 1994 sarat dengan "muatan nasional" yang berkonotasikan pada keseragaman beban. Memang benar bahwa setiap sekolah diberi kesempatan untuk mengembangkan Muatan Lokal yang boleh berbeda antarasekolah yang satu dengan yang lainnya; namun demikian hal ini di dalam realitasnya banyak yang mandek, tidak berjalan. Bahkan di banyak sekolah Muatan Lokal dianggap sebagai sekedar asesoris yang tidak harus dipasang.Secara teknis juga sangat sulit melaksanakan Muatan Lokal dikarenakan adanya tuntutan jam wajib yang terlalu padat; yaitu 42 jam masing-masing untuk siswa kelas1, 2, dan 3 SMU dan SLTP. Juga 42 jam untuk siswa kelas 5 dan 6 SD, dan 40 jam untuk kelas 4 SD. Jumlah ini pun belum termasuk mata pelajaran "khas" bagi sekolah-sekolah swasta yang berkarakter.
2.      Soal fleksibilitas. Kurikulum 1994 terkesan kaku dan benar-benar tidak fleksibel. Beratnya beban yang ada pada kurikulum tersebut menyebabkan sivitas sekolah tidak bisa kreatif untuk mengembangkan ide dan pemikirannya. Baik sisimaterial (subject matter) maupun dari sisi cara pengajaran(methodology) kurikulum kita benar-benar kurang sensitif terhadap pengembangan kreativitas. Kelemahan ini tentu saja sangat mendasar sifatnya.Guru-guru di sekolah kita di dalam mengajar anak didik tidak lagi mengaplikasi pendekatan kreativitas dan kasih sayang tetapi lebih cenderung pada bagaimana dapat mengejar target kurikulum. Bagaimana seluruh bahan ajar dapat disampaikan kepada siswa agar supaya tidak ada keluhan di Ebtanasnya mengakibatkan sang guru terkesan terburu-buru dalam mengajar tanpa mempedulikan kemampuan siswa yang berbeda antara satu dengan lainnya. Apabila ada sebagian siswa yang tertinggal dalam mengikuti pelajaran tertentu itu menjadi persoalan yang kesekian setelah persoalan pencapaian target kurikulum itu terselesaikan. Akibatnya banyak, atau bahkan kebanyakan, siswa kita menjadi tertinggal beneran pada akhirnya.Ketiga, soal wawasan keeksaktaan. Kalau dicermati ternyata materi eksaktadalam Kurikulum 1994 relatif sangat rendah sehingga tidak mampu menciptakan secara lebih konkrit kita dapat mengambil contoh di satuan SD misalnya. Dari delapan mata pelajaran di SD ternyata hanya dua saja (25 persen) yang merupakanmatapelajaran eksakta; sedangkan yang selebihnya bersifat noneksakta. Atau, dari total 195 jam pelajaran beban kurikulum SD ternyata hanya 75 (38 persen) jam yang merupakan jam eksakta. Di SLTP dari 302 total jam pelajaran ternyata hanya 111 (37 persen) jam yang merupakan jam eksakta. Untuk SMU pada dasarnya sama saja.Rendahnya wawasan keeksaktaan anak didik sudah barang tentu berpengaruh pada banyak hal; antara lain kemampuan dalam mengembangkan teknologi. Kalau perkembangan teknologi di negara kita selama ini terkesan lamban dibanding negaralain hal itu tidak terlepas dari kasus rendahnya wawasan keeksaktaan tersebut.Apakah Kurikulum 1999 bisa mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapatdalam Kurikulum 1994. Jangankan mengatasi, secara esensial menyentuh ketiga kelemahan yang mendasar pun tidak. Ini berarti dengan atau tanpa menggunakan Kurikulum 1999 di sekolah maka tiga kelemahan tersebut tetap saja tidak dapat teratasi untuk waktu-waktu yang akan datang.Teori Three in One . Kalau perbaikan kurikulum tidak mampu menyentuh permasalahan atau kelemahan yang dimiliki oleh kurikulum yang sebelumnya sebenarnya kurikulum yang baru itu tidak perlu dilaksanakan. Ia harus dikaji kembali, disempurnakan lagi,dan divalidasi untuk bisa dijalankan di lapangan. Itupun masih ada persyaratan lainnya yang perlu dipenuhi, yaitu dilakukan sosialisasi pada orang-orang yang akan terlibat dalam pelaksanaan kurikulum baru termasuk pengelola sekolah.Adalah Curtis R. Finch dan John R. Crunkilton. Dua orang ahli kurikulum dari Virginia Polytechnic Institute and State Univer-sity ini dalam karyanya'Curriculum Development in Vocational and Technical Education : Planning, Content and Implementation' (1979) menyatakan bahwa untuk menyusun dan mengimplementasi kurikulum (baru) setidak-tidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan; masing-masing menyangkut bagaimana metode mengembangkan materi serta bagaimana membangun sistem desiminasinya.Untuk mengembangkan materi kurikulum dan membangun sis-temdesiminasinya kita dapat mengacu Teori"Three in One"; yaitu memperhatikan tigaaspek baik dalam pengembangan materi maupun tiga aspekdi dalam pembangunansistem desiminasi. Adapun ketiga aspek dalam pengembangan materi adalah menyangkut ketersediaan waktu(time), ketersediaan pakar(expertise), sertaketersediaan dana ("dollars"). Sedangkan untuk mendesiminasikannya ada tigaaspek pula yang harus dipertimbangkan; yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan pemakai dan pelaksana(audience), kondisi geografis(geographical consideration),dan beaya penyebaran(cost).
3.      Kurikulum 1999 terasa pendek, bahkan amat pendek. Indikasinya antara lain, sekitar sebulan lalu salah seorang pejabat Departemen Pendidikan menyatakan belum tahu bentuk dan struktur kurikulum baru karena memang belum siap; tetapi beberapa hari yang lalu pimpinan sekolah sudah mendapat instruksi untuk melaksanakannya.Bukan main; mungkinkan kurikulum yang bagus dapat dihasilkan hanya dalam waktu sependek itu?Australia yang sudah lebih mapan pendidikannya saja konon memerlukan waktudua sampai tiga tahun hanya untuk menentukan bidang-bidang apa saja yang cocok dikembangkan dalam kurikulum sekolah untuk mengantisipasi datangnya milenium ketiga nanti. Hal ini terungkap di dalam pertemuan menteri-menteri pendidikan dinegara-negara bagian Australia tanggal 22-23 April 1999 di Adelaide yang menghasilkan'The Adelaide Decralation on National Goals for Schooling in theTwenty-First Century'.
Dalam hal ini nampaknya pemerintah kurang melibatkan pakar pendidikan "kelas satu"; jadi wajarlah kalau hasil yang dicapai jauh dari memuaskan.Mengenai sistemperiodisasi proses belajar mengajar di SMK dapat diambil contoh! Dalam Kurikulum1984 proses belajar mengajar dilaksanakan dengan sistem semesteran, kemudian dalam Kurikulum 1994 berubah menjadi sistem catur wulan.Kini, dalam Kurikulum 1999 kembali lagi kepada sistem semesteran. Terasa sekali bahwa perubahan sistem seperti ini tidak dilandasi pada konsepsi edukasional yang kokoh sebagai kontribusi dari para pakar pendidikan, akan tetapi lebih cenderung pada selera birokrasi sebagai keinginan dari penguasa pendidikan.Kesertaan masyarakat praktisi pendidikanyang berpengalam-an nampaknya juga(sengaja) tidak dilibatkan secara maksimal dalam penggarapan Kurikulum 1999. Para pakar dan praktisi dari lembaga swasta yang kualitas output-nya diakui sampai keAustralia, Mesir, Arab, Jepang dan negara-negara manca lainnya, yang di negerinya sendiri terkadang malah tidak diakui, nampaknya juga tidakdiikut-sertakan secara intensif. Para pakar dan praktisi dari lembaga pendidikan yang telah mendharmabaktikan pengabdiannya di dunia pendidikan sejak jaman prakemerdekaan dan eksistensinya langsung didirikan oleh Bapak Pendidikan Nasional juga tidak disertakan.
Apakah Kurikulum 1999 hanya dibuat oleh kaki tangan biro-krasi? Semoga saja tidak; sebab di dalam sejarah tidak pernah ada kurikulum bikinan kaki tangan birokrasi yang hasilnya bagus.Bagaimana soal dana? Kiranya kita puncukup maklum bahwa Departemen Pendidikan bukanlah lembaga yang berlebih dalam soal uang. Kalau Departemen Pendidikan kaya dengan uang maka tidak mungkin terjadi jutaan anak yang tidak melanjutkan, ratusan ribu siswa yang putus sekolah(drop out)serta puluhan ribu mahasiswa yang mengajukan cuti kuliah. Kalau pun departemen ini berlebih uang maka pengembangan kurikulum bukanlah prioritas untuk saat ini karena soal anak pantas diprioritaskan. Belum lagi soal-soal lain yang lebih elementer seperti siswayang kurang gizi, dan sejenisnya.Tidak Strategis .Di samping mutu dari materi (subject matter) kurikulum yang masih perlu divalidasi maka momentum pelaksanaannya juga kurang strategis. Apabila kita sebarkan angket kepada guru dan pengelola sekolah mengenai ketersetujuan mereka atas pelaksanaan Kurikulum 1999 mungkin saja akan didapatkan temuan 90 dari setiap seratus guru dan pengelola pendidikan tidak setuju. Mengapa? Bagaimana mungkin mereka dapat melaksanakan kurikulum dengan baik kalau pengetahuan dan informasi mengenai kurikulumnya itu sendiri belum diperoleh secara lengkap.Kurang strategisnya momentum pelaksanaan Kurikulum 1999 juga berkait dengan rencana dijalankannya desentralisasi pendidik-an di daerah.Sekarang ini kita sudah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut kedua UU ini Daerah Kabupaten (yang sekarang disebut Kabupaten) dan Daerah Kota (yang sekarang disebut Kota Madya) memiliki otonomi di berbagai bidang sekaligus; yaitu meliputi bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Jadi jelaslah bahwa pendidikan (dan kebudayaan) termasuk bidang yang diotonomikan kepada Daerah; pada hal otonomi ini harus dilaksanakan selambat-lambatnya dua tahun terhitung kedua UU tersebut diundangkan. Perlu diketahui bahwa UU Nomor 22 itu diundangkan sejak tanggal 7 Mei 1999 dan UU Nomor 25 sejak tanggal 19 Mei 1999. Artinya selambat-lambatnya bulan Mei 2001 setiap daerah akan menjalankan otonomi di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.Kalau setiap Daerah nantinya menjalankan otonomi di bidang pendidikan maka terjadilah apa yang disebut dengan desentralisasi pendidikan; artinya pemerintah daerah berhak mengatur pelaksanaan pendidikan didaerahnya masing-masing, dari soal guru (man), keuangan (money), sarana (material) sampai kurikulum (method). Itu berarti paling lambat bulan Mei tahun 2001 nanti, kalau otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tersebut berjalan sesuai dengan rencana, maka sekolah-sekolah di daerah berhak untuk "menolak" kurikulum dari pusat yang nota bene sakarang ini adalah Kurikulum 1999. Atau, setidak-tidaknya "menolak" sebagian materi kurikulum dari pusat untuk dapatnya mengembangkan kurikulum yang dianggap cocok dengan potensi dan kebutuhan daerah. Jadi, ada kemungkinan Kurikulum 1999 itu tahun depan atau tahun depannya menjalankan otonominya secara penuh sebagaimana diatur oleh UU. Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum 1999 dapat mengubah "irama" belajar disekolah yang baru saja akan teratur. Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum1999 hasilnya bisa kontra produktif. Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum1999 dapat membingungkan para pelaksana pendidikan di lapangan. Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum 1999 itu hanya membuang energi.
2.4  Perbedaan Kurikulum 1999 dan Kurikulum 2004 ( KBK )
Disetiap pembentukan kurikulum terjadi seiring perkembangan zaman dan timbulnya kekurangan pada kurikulum-kurikulum sebelumnya sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan disetiap kurikulum. Berikut perbedaan kurikulum 1999 dan kurikulum 2004 ( KBK ), antara lain sebagai berikut :

No
Analisis Perbedaan
Kurikulum 1999
Kurikulum 2004 (KBK)
1.
Pengambilan Keputusan
Semua aspek kurikulum ditentukan oleh departmen ( pusat ).
Pembagian wewenang dalam menentukan kurikulum.
2.
Pusat Perhatian
Penyampaian materi pelajaran oleh guru
Kompetensi dasar yang dikuasaisiswa
3.
Proses
Teaching:
berpusat pada guru , metoda monoton, guru sumber ilmu utama
Learning:
berpusat pada siswa, metoda bervariasi, guru sebagai fasilitator
4.
Hasil Pendidikan
Tekanan berlebihan pada aspek kognitif
Menekankan pada keutuhan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
5.
Evaluasi                            
Acuan norma dan tes obyektif
Acuan kriteria, tes, dan portofoli
6.
Pedoman
Memadukan kurikulum kurikulum sebelumnya.
Diurai berdasarkan kompetensi
7.
Hasil
Tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran lantaran beban siswa yang terlalu berat. Dari muatan nasional hingga muatan lokal.
Hasilnya belum memuaskan.Guru-guru belum paham dalam pengaplikasiannya.

BAB III

PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang terdapat pada makalah ini antara lain :
1.      Dalam pandangan klasik, kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa Curriculun adalah dokumen tertulis yang mungkin mengandung bahan-bahan banyak, tetapi pada dasarnya itu adalah rencana untuk pendidikan siswa selama pendaftaran mereka di sekolah diberikan.
2.      Kurikulum suplemen 1999 terbentuk setelah kurikulum 1994 dianggap tidak bisa memberikan perkenbangan pola pembelajaran siswa dengan baik maka terbentuklah kurikulum suplemen 1999 secara cepat.
3.      Perbandingan kurikulum 1999 yang menimbulkan kelemahan dari kurikulum 1994 terbentuk dalam 3 aspek : soal tungalistik, soal fleksibel, kurikulum yang pendek.
4.      Perbedaan kurikulum 1999 dan kurikulum 2004 dapat dilihat dalam beberapa aspek , antara lain : pengambilan keputusan, pusat perhatian, proses, hasil pendidikan, evaluasi, pedoman, dan hasil.

3.2  Saran
Adapun saran-saran yang didapat setelah menelaah makalah ini, antara lain :
1.      Saran yang ditujukan kepada pelajar, yaitu : sebagai seorang pelajar dinegeri Indonesia yang telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum sebaiknya para pelajar mampu menelaah kurikulum-kurikulum sebelumnya agar mampu membedakan kelebihan dan kekurangan disetiap perubahan dan mampu mengaplikasikannya didalam dunia pendidikan.
2.      Saran bagi tenaga pengajar ( Guru ), yaitu tenaga pengajarpun harus lebih fasih dalam mengaplikasikan perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi di negeri ini agar para pelajar mampu menerima aplikasi kurikulum dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
________. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Model Pelatihan dan Pengembangan Silabus; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

1 komentar:

  1. Casino Promotions & Bonus Codes - JSHub
    Find the best Casino 충청북도 출장마사지 Promotions 삼척 출장샵 & Bonus Codes for November 안양 출장안마 2021. 대구광역 출장샵 Check these top promos for casino games & live casino games and 문경 출장샵 win real cash!

    BalasHapus