TELAAH
KURIKULUM 1999
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Masalah
Manusia
Hidup Berada Dalam perkembangan Budaya, Sosial, Politik, Ekonomi, Teknologi, Mengikat manusia untuk mengikuti perubahan-perubahan
,hal ini adalah suatu proses pendidikan dan pembelajalajaran bagi manusia untuk
membentuk karakter dan watak manusiawinya, dimana menurut Ki Hajar Dewantara :
Ada Tri Pusat Pendidikan yaitu 3 pusat
pendidikan bagi manusia ada 3 sumber yakni, Keluarga, Masyarakat ( Lingkungan
), Sekolah, Yang pastinya di Era globolisasi sekarang ini manusia sangat
membutuhkan akan pendidikan karna sangat berpengaruh terhadap proses
pembentukan kepribadian dan masa depannya, baik di desa maupun di kota semakin berkembangnya
zaman maka semakin berkembang juga teknolgi dan pendidikan di indonesia ini,
untuk menjalankan suatu sistem pendidikan Dipopulerkan dengan nama Kurikulum di
mana defenisi nya sendiri ialah : George A. Beauchamp (1986)
mengemukakan bahwa kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di suatu
sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah,
jadi kurikulum ini sangat di perlukan di dalam suatu instansi pendidikan baik di
tingkat SD, SMP, dan SMA, maupun di perguruan tinggi, untuk mengetahui hasil
belajar siswa dan pendidikan menjadi terarah.
Setiap 5
tahun sekali kurikulum berubah, di mana perubahan itu menuntut untuk
penyesuaian zaman dan kemajuan teknologi di indonesia supaya terciptanya
pendidikan yang berkesinambungan dengan hasil yang di harapakan masyarakat dan
pemerintah yang mencerdaskan anak bangsa ini.
Upaya
pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting,
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan
menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas
dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait
erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan
menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak
diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya
pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila
kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan
utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan
aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan
aspek afektif.
Pengembangan
kurikulum dengan menggunakan filsafat
Rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak
diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan
bekerja sama.
Sementara
kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi
pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih
diarahkan pada pencapaian kompetensi.Dalam implementasinnya bahwa untuk
mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan
hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya
berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara
konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan
kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model kolektik,
dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran
filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan
secara bereimbang.
Karena
perubahan selalu kurikulum itu,5 tahun sekali dan yang menjadi permasalahan
yang kami angkat dalam makalah ini adalah telaah kurikulum 1999.
1.2.Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1.
Bagaimana sejarah kurikulum 1999..................................................................... ?
2.
Apa saja yang bisa di telaah dari
kurikulum 1999............................................... ?
3.
Apakah perbedaan kurikuklum 1999 dengan
kurikulum 2004............................ ?
1.3.Tujuan
Masalah
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Untuk
mengetahui sebab-sebab terbentuknya kurikulum 1999
2. Untuk
mengetahui hal apa sajakah yang dapat ditelaah dari kurikulum 1999.
3. Untuk
mengatahui perbadaan kurikulum 1999 dengan kurikulum 2004.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Defenisi Kurikulum
Dalam pandangan klasik, kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di
suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di
sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa Curriculun
adalah dokumen tertulis yang mungkin mengandung bahan-bahan banyak, tetapi pada dasarnya itu adalah rencana untuk
pendidikan siswa selama
pendaftaran mereka di sekolah
diberikan.
Pengertian Kurikulum Secara Modern : Menurut
Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning”
menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi
belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan,
beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah
tanggung jawab sekolah”
Menurut
Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang
direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga
pendidikan”.
Dari
berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum ditinjau
dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk
menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah
atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
2.2 Sejarah Lahirnya Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. perpaduan tujuan dan
proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai
terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999.
Tapi perubahannya lebih pada menambaH sejumlah materi. Kurikulum Nasional (dari
Kurikulum 1947-1994, KBK, sampai KTSP) Kurikulum
apa saja yang pernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta
Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah "melakukan
perubahan", tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju
keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan
konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh
kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita: Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai
istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih
popular ketimbang curriculum(bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan
lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan
nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru
dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar
pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang
diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang
disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. "Silabus mata pelajarannya jelas
sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran," kata Djauzak Ahmad,
Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang,Riau. Di penghujung
era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikandasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti
Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya
pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968
sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok
saja," katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan
dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja
yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. "Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu," kata Drs. Mudjito, Ak,
MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Zaman ini dikenal istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan
proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
"Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor
Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat KurikulumDepdiknas periode 1980-1986 yang
juga Rektor IKIP Jakarta -- sekarang Universitas Negeri Jakarta -- periode
1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar,dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan. KURIKULUM 1994 dan
SUPLEMEN KURIKULUM 1999 Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. "Jiwanya ingin mengkombinasikan antara
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses," kata Mudjito
menjelaskan. perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran,
lantaran beban belajar siswa dinilai terlaluberat. Dari muatan nasional hingga
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi. Bahasa
kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila
dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah
maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang
ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian
yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru
diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar
di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun
tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
(sumber: depdiknas.go.id) Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen
pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib
belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan
olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia.
Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan
manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan. Implementasi Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah
peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:.
standar isi,. standar proses,. standar kompetensi lulusan,. standar pendidik
dan tenaga kependidikan,. standar sarana dan prasarana,. standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Kurikulum
dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring
pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum
tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan
(baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih
kepadamengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi,
esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuahsubject
matter), yaitu: Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.Terdapat
perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya
(versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai
dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar,kalender
pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
Ciri-ciri
yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, diantaranya adalah pembagian
tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan pembelajaran di sekolah
lebih menekan materi pelajaran yang cukup padat ( berorientasi kepada materi
pelajaran atau isi ). Dalam pelaksanaan kegiatan , guru harus memilih dan
menggunakan stretegi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara
mental, fisik dan sosial.untuk mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk
soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen, dan penyelidikan. Dan
dalam pengajaran suatu mata pelajaran menyesuaikan dengan kekhasan konsep atau
pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa.sehingga di harapakan akan
terdapaty keserasian antara pengajaran yang menekan kan kepada ,pemahaman
konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah.
Selama di
laksanakan kurikulum 1994 muncul bebrapa permasalahan, terutama sebagai
akibatkecenderungan kepada pendekatan, penguasaan materi ( konten-orientend) ,
di antaranya beban belajar siswa terlalu berat karna banyaknya mata pelajaran
dan banyaknya materi atau substansi setiap mata pelajaran.hal ini mendorong
para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut . salah – satu
upaya penyempurnaan adalah di berlakukannya suplemen kurikulum 1994.
Usaha
pemerinta maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus
menerus di lakukan seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajatan dan proses
pembelajaran. Dengan di laksanakannya UU NO.22 dan 25 tahun 1999 tentang
otonmomi daerah, sehingga sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga
perubahan struktural dalam penyelenggaraan pendidikan, maka bersamaan dengan
hal tersebut terjadilal perubahan lagi pada kurikulum pendidikan.
2.3 Telaah Kurikulum 1999
Kalau ada yang menyatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang kerdil dan tidak
mau melihat kesalahan masa lalu untuk dapat menapaki masa depan dengansukses
barangkali tidak sepenuhnya salah. Setidak-tidaknya hal ini berlaku dalam menjalankan
sistem pendidikan nasional dalam kaitannya dengan penggantian kurikulum
sekolah,pembaruan, penyempurnaan, atau apa pun namanya.Sejak tahun 1975 sampai
tahun 1994 kita memiliki pengalaman "menamba lsulam" kurikulum, dan
hasilnya selalu saja tidak mampu menghantarkan bangsa ini kepada kinerja
pendidikan yang kompetitif dan produktif. Banyak indikator yang dapat dipakai;
misalnya seperti dilaporkan oleh Bank Dunia kemampuan membaca siswa kita lebih
rendah dibanding siswa di negara-negara tetangga; prestasi pelajar kita di
dalam International Mathematic Olympic(IMO) selalu saja
"jeblok",kecakapan berbahasa (Inggris) siswa dan guru kita begitu
rendah dibanding negara-negara lain, dan sebagainya.Meskipun demikian, pengalaman
buruk tersebut diulang kembali dengan"menambal sulam" Kurikulum 1994
menjadi Kurikulum 1999, atau apapun namanya.
Durasi waktu yang digunakan untuk menggarap kurikulum baru punnampak sempit
sehingga, meminjam terminologi Bahasa Jawa,prosesinya kelihatan sekali grusa-grusu;
yaitu tergesa-gesa dan kurang hati-hati. Pendekatannya jauh dari profesional,sehingga
hasilnya pun tentu kurang optimal. Memang ada kesan yang tidak dapat
ditutup-tutupi bahwa ada sesuatu yang dipaksakan dalam prosesi pembaruan
kurikulum kita kali ini.Sebagian masyarakat bahkan ada yang menganggap bahwa
penerapan Kurikulum 1999 kali ini merupakan upaya pemerintah untuk mengalihkan
perhatian supaya masyarakat tidak complainatas terjadinya berbagai kegagalan
dalam pelaksanaan pendidikan nasional.
Tiga Kelemahan Apakah Kurikulum 1999 yang baru ini memang lebih efektif dan
sempurna kalau dibandingkan dengan Kurikulum 1994? Sudah barang tentu hal ini
masih memerlukan waktu untuk membuktikan-nya. Apakah kurikulum yang baru ini
telah menyentuh kelemahan dasar yang dimiliki kurikulum lama, artinya Kurikulum
1999 dapat mengatasi kelemahan Kurikulum 1994? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah
kita mencoba membuat analisis yang objektif.Di samping kelebihan yang ada,
Kurikulum 1994 sebenarnya memiliki tiga kelemahan yang cukup mendasar. Adapun
kelemahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Soal tunggalistik. Dalam realitasnya
Kurikulum 1994 tidak bersifat pluralistik dikarenakan kurang mengakomodasi
perbedaan potensi dan kultur yang ada di masyarakat. Kurikulum 1994 sarat
dengan "muatan nasional" yang berkonotasikan pada keseragaman beban.
Memang benar bahwa setiap sekolah diberi kesempatan untuk mengembangkan Muatan
Lokal yang boleh berbeda antarasekolah yang satu dengan yang lainnya; namun
demikian hal ini di dalam realitasnya banyak yang mandek, tidak berjalan.
Bahkan di banyak sekolah Muatan Lokal dianggap sebagai sekedar asesoris yang
tidak harus dipasang.Secara teknis juga sangat sulit melaksanakan Muatan Lokal
dikarenakan adanya tuntutan jam wajib yang terlalu padat; yaitu 42 jam
masing-masing untuk siswa kelas1, 2, dan 3 SMU dan SLTP. Juga 42 jam untuk
siswa kelas 5 dan 6 SD, dan 40 jam untuk kelas 4 SD. Jumlah ini pun belum
termasuk mata pelajaran "khas" bagi sekolah-sekolah swasta yang
berkarakter.
2.
Soal fleksibilitas. Kurikulum 1994
terkesan kaku dan benar-benar tidak fleksibel. Beratnya beban yang ada pada
kurikulum tersebut menyebabkan sivitas sekolah tidak bisa kreatif untuk
mengembangkan ide dan pemikirannya. Baik sisimaterial (subject matter) maupun
dari sisi cara pengajaran(methodology) kurikulum kita benar-benar kurang
sensitif terhadap pengembangan kreativitas. Kelemahan ini tentu saja sangat
mendasar sifatnya.Guru-guru di sekolah kita di dalam mengajar anak didik tidak
lagi mengaplikasi pendekatan kreativitas dan kasih sayang tetapi lebih
cenderung pada bagaimana dapat mengejar target kurikulum. Bagaimana seluruh
bahan ajar dapat disampaikan kepada siswa agar supaya tidak ada keluhan di
Ebtanasnya mengakibatkan sang guru terkesan terburu-buru dalam mengajar tanpa
mempedulikan kemampuan siswa yang berbeda antara satu dengan lainnya. Apabila
ada sebagian siswa yang tertinggal dalam mengikuti pelajaran tertentu itu
menjadi persoalan yang kesekian setelah persoalan pencapaian target kurikulum
itu terselesaikan. Akibatnya banyak, atau bahkan kebanyakan, siswa kita menjadi
tertinggal beneran pada akhirnya.Ketiga, soal wawasan keeksaktaan. Kalau
dicermati ternyata materi eksaktadalam Kurikulum 1994 relatif sangat rendah sehingga
tidak mampu menciptakan secara lebih konkrit kita dapat mengambil contoh
di satuan SD misalnya. Dari delapan mata pelajaran di SD ternyata hanya dua
saja (25 persen) yang merupakanmatapelajaran eksakta; sedangkan yang selebihnya
bersifat noneksakta. Atau, dari total 195 jam pelajaran beban kurikulum SD
ternyata hanya 75 (38 persen) jam yang merupakan jam eksakta. Di SLTP dari 302
total jam pelajaran ternyata hanya 111 (37 persen) jam yang merupakan jam
eksakta. Untuk SMU pada dasarnya sama saja.Rendahnya wawasan keeksaktaan anak
didik sudah barang tentu berpengaruh pada banyak hal; antara lain kemampuan dalam
mengembangkan teknologi. Kalau perkembangan teknologi di negara kita selama ini
terkesan lamban dibanding negaralain hal itu tidak terlepas dari kasus
rendahnya wawasan keeksaktaan tersebut.Apakah Kurikulum 1999 bisa mengatasi
kelemahan-kelemahan yang terdapatdalam Kurikulum 1994. Jangankan mengatasi,
secara esensial menyentuh ketiga kelemahan yang mendasar pun tidak. Ini berarti
dengan atau tanpa menggunakan Kurikulum 1999 di sekolah maka tiga kelemahan
tersebut tetap saja tidak dapat teratasi untuk waktu-waktu yang akan
datang.Teori Three in One . Kalau perbaikan kurikulum tidak mampu menyentuh
permasalahan atau kelemahan yang dimiliki oleh kurikulum yang sebelumnya
sebenarnya kurikulum yang baru itu tidak perlu dilaksanakan. Ia harus dikaji
kembali, disempurnakan lagi,dan divalidasi untuk bisa dijalankan di lapangan.
Itupun masih ada persyaratan lainnya yang perlu dipenuhi, yaitu dilakukan
sosialisasi pada orang-orang yang akan terlibat dalam pelaksanaan kurikulum
baru termasuk pengelola sekolah.Adalah Curtis R. Finch dan John R. Crunkilton.
Dua orang ahli kurikulum dari Virginia Polytechnic Institute and State
Univer-sity ini dalam karyanya'Curriculum Development in Vocational and
Technical Education : Planning,
Content and Implementation' (1979) menyatakan bahwa untuk
menyusun dan mengimplementasi kurikulum (baru) setidak-tidaknya ada dua hal
yang harus diperhatikan; masing-masing menyangkut bagaimana metode
mengembangkan materi serta bagaimana membangun sistem desiminasinya.Untuk
mengembangkan materi kurikulum dan membangun sis-temdesiminasinya kita dapat
mengacu Teori"Three in One"; yaitu memperhatikan tigaaspek baik dalam
pengembangan materi maupun tiga aspekdi dalam pembangunansistem desiminasi.
Adapun ketiga aspek dalam pengembangan materi adalah menyangkut ketersediaan
waktu(time), ketersediaan pakar(expertise), sertaketersediaan dana ("dollars").
Sedangkan untuk mendesiminasikannya ada tigaaspek pula yang harus
dipertimbangkan; yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan pemakai dan
pelaksana(audience), kondisi geografis(geographical consideration),dan beaya
penyebaran(cost).
3.
Kurikulum 1999 terasa pendek, bahkan amat
pendek. Indikasinya antara lain, sekitar sebulan lalu salah seorang pejabat
Departemen Pendidikan menyatakan belum tahu bentuk dan struktur kurikulum baru
karena memang belum siap; tetapi beberapa hari yang lalu pimpinan sekolah sudah
mendapat instruksi untuk melaksanakannya.Bukan main; mungkinkan kurikulum yang
bagus dapat dihasilkan hanya dalam waktu sependek itu?Australia yang sudah lebih
mapan pendidikannya saja konon memerlukan waktudua sampai tiga tahun hanya
untuk menentukan bidang-bidang apa saja yang cocok dikembangkan dalam kurikulum
sekolah untuk mengantisipasi datangnya milenium ketiga nanti. Hal ini terungkap
di dalam pertemuan menteri-menteri pendidikan dinegara-negara bagian Australia
tanggal 22-23 April 1999 di Adelaide yang menghasilkan'The Adelaide Decralation
on National Goals for Schooling in theTwenty-First Century'.
Dalam hal ini nampaknya pemerintah kurang melibatkan pakar pendidikan
"kelas satu"; jadi wajarlah kalau hasil yang dicapai jauh dari
memuaskan.Mengenai sistemperiodisasi proses belajar mengajar di SMK dapat
diambil contoh! Dalam Kurikulum1984 proses belajar mengajar dilaksanakan dengan
sistem semesteran, kemudian dalam Kurikulum 1994 berubah menjadi sistem catur
wulan.Kini, dalam Kurikulum 1999 kembali lagi kepada sistem semesteran. Terasa
sekali bahwa perubahan sistem seperti ini tidak dilandasi pada konsepsi
edukasional yang kokoh sebagai kontribusi dari para pakar pendidikan, akan
tetapi lebih cenderung pada selera birokrasi sebagai keinginan dari penguasa
pendidikan.Kesertaan masyarakat praktisi pendidikanyang berpengalam-an
nampaknya juga(sengaja) tidak dilibatkan secara maksimal dalam penggarapan Kurikulum
1999. Para pakar dan praktisi dari lembaga swasta yang kualitas output-nya
diakui sampai keAustralia, Mesir, Arab, Jepang dan negara-negara manca lainnya,
yang di negerinya sendiri terkadang malah tidak diakui, nampaknya juga
tidakdiikut-sertakan secara intensif. Para pakar dan praktisi dari lembaga
pendidikan yang telah mendharmabaktikan pengabdiannya di dunia pendidikan sejak
jaman prakemerdekaan dan eksistensinya langsung didirikan oleh Bapak Pendidikan
Nasional juga tidak disertakan.
Apakah Kurikulum 1999 hanya dibuat oleh kaki tangan biro-krasi? Semoga saja
tidak; sebab di dalam sejarah tidak pernah ada kurikulum bikinan kaki tangan
birokrasi yang hasilnya bagus.Bagaimana soal dana? Kiranya kita puncukup maklum
bahwa Departemen Pendidikan bukanlah lembaga yang berlebih dalam soal uang.
Kalau Departemen Pendidikan kaya dengan uang maka tidak mungkin terjadi jutaan
anak yang tidak melanjutkan, ratusan ribu siswa yang putus sekolah(drop
out)serta puluhan ribu mahasiswa yang mengajukan cuti kuliah. Kalau pun
departemen ini berlebih uang maka pengembangan kurikulum bukanlah prioritas untuk
saat ini karena soal anak pantas diprioritaskan. Belum lagi soal-soal lain yang
lebih elementer seperti siswayang kurang gizi, dan sejenisnya.Tidak Strategis .Di
samping mutu dari materi (subject matter) kurikulum yang masih perlu divalidasi
maka momentum pelaksanaannya juga kurang strategis. Apabila kita sebarkan
angket kepada guru dan pengelola sekolah mengenai ketersetujuan mereka atas
pelaksanaan Kurikulum 1999 mungkin saja akan didapatkan temuan 90 dari setiap
seratus guru dan pengelola pendidikan tidak setuju. Mengapa? Bagaimana mungkin
mereka dapat melaksanakan kurikulum dengan baik kalau pengetahuan dan informasi
mengenai kurikulumnya itu sendiri belum diperoleh secara lengkap.Kurang
strategisnya momentum pelaksanaan Kurikulum 1999 juga berkait dengan rencana
dijalankannya desentralisasi pendidik-an di daerah.Sekarang ini kita sudah
memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Menurut kedua UU ini Daerah Kabupaten (yang sekarang disebut
Kabupaten) dan Daerah Kota (yang sekarang disebut Kota Madya) memiliki otonomi
di berbagai bidang sekaligus; yaitu meliputi bidang pekerjaan umum, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan,
penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Jadi
jelaslah bahwa pendidikan (dan kebudayaan) termasuk bidang yang diotonomikan
kepada Daerah; pada hal otonomi ini harus dilaksanakan selambat-lambatnya dua
tahun terhitung kedua UU tersebut diundangkan. Perlu diketahui bahwa UU Nomor
22 itu diundangkan sejak tanggal 7 Mei 1999 dan UU Nomor 25 sejak tanggal 19
Mei 1999. Artinya selambat-lambatnya bulan Mei 2001 setiap daerah akan
menjalankan otonomi di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.Kalau setiap
Daerah nantinya menjalankan otonomi di bidang pendidikan maka terjadilah apa
yang disebut dengan desentralisasi pendidikan; artinya pemerintah daerah berhak
mengatur pelaksanaan pendidikan didaerahnya masing-masing, dari soal guru (man),
keuangan (money), sarana (material) sampai kurikulum (method). Itu berarti
paling lambat bulan Mei tahun 2001 nanti, kalau otonomi daerah dan desentralisasi
pendidikan tersebut berjalan sesuai dengan rencana, maka sekolah-sekolah di
daerah berhak untuk "menolak" kurikulum dari pusat yang nota bene sakarang
ini adalah Kurikulum 1999. Atau, setidak-tidaknya "menolak" sebagian materi
kurikulum dari pusat untuk dapatnya mengembangkan kurikulum yang dianggap cocok
dengan potensi dan kebutuhan daerah. Jadi, ada kemungkinan Kurikulum 1999 itu tahun
depan atau tahun depannya menjalankan otonominya secara penuh sebagaimana
diatur oleh UU. Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum 1999 dapat mengubah
"irama" belajar disekolah yang baru saja akan teratur. Kalau
dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum1999 hasilnya bisa kontra produktif. Kalau
dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum1999 dapat membingungkan para pelaksana
pendidikan di lapangan. Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum 1999 itu hanya
membuang energi.
2.4 Perbedaan Kurikulum 1999 dan Kurikulum 2004 ( KBK )
Disetiap pembentukan kurikulum terjadi seiring
perkembangan zaman dan timbulnya kekurangan pada kurikulum-kurikulum sebelumnya
sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan disetiap kurikulum. Berikut perbedaan
kurikulum 1999 dan kurikulum 2004 ( KBK ), antara lain sebagai berikut :
No
|
Analisis
Perbedaan
|
Kurikulum
1999
|
Kurikulum
2004 (KBK)
|
1.
|
Pengambilan
Keputusan
|
Semua aspek kurikulum ditentukan
oleh departmen ( pusat ).
|
Pembagian wewenang dalam
menentukan kurikulum.
|
2.
|
Pusat Perhatian
|
Penyampaian materi pelajaran oleh guru
|
Kompetensi
dasar yang dikuasaisiswa
|
3.
|
Proses
|
Teaching:
berpusat pada
guru , metoda monoton, guru sumber ilmu utama
|
Learning:
berpusat pada
siswa, metoda bervariasi, guru sebagai fasilitator
|
4.
|
Hasil Pendidikan
|
Tekanan berlebihan pada aspek kognitif
|
Menekankan pada keutuhan ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik
|
5.
|
Evaluasi
|
Acuan norma dan tes obyektif
|
Acuan kriteria, tes, dan portofoli
|
6.
|
Pedoman
|
Memadukan kurikulum kurikulum
sebelumnya.
|
Diurai berdasarkan kompetensi
|
7.
|
Hasil
|
Tujuan dan proses belum berhasil.
Kritik bertebaran lantaran beban siswa yang terlalu berat. Dari muatan
nasional hingga muatan lokal.
|
Hasilnya belum memuaskan.Guru-guru
belum paham dalam pengaplikasiannya.
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang terdapat pada makalah ini antara lain :
1. Dalam pandangan klasik, kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran di
suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di
sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa Curriculun
adalah dokumen tertulis yang mungkin mengandung bahan-bahan banyak, tetapi pada dasarnya itu adalah rencana untuk
pendidikan siswa selama
pendaftaran mereka di sekolah
diberikan.
2. Kurikulum
suplemen 1999 terbentuk setelah kurikulum 1994 dianggap tidak bisa memberikan
perkenbangan pola pembelajaran siswa dengan baik maka terbentuklah kurikulum
suplemen 1999 secara cepat.
3. Perbandingan
kurikulum 1999 yang menimbulkan kelemahan dari kurikulum 1994 terbentuk dalam 3
aspek : soal tungalistik, soal fleksibel, kurikulum yang pendek.
4. Perbedaan
kurikulum 1999 dan kurikulum 2004 dapat dilihat dalam beberapa aspek , antara
lain : pengambilan keputusan, pusat perhatian, proses, hasil pendidikan,
evaluasi, pedoman, dan hasil.
3.2 Saran
Adapun
saran-saran yang didapat setelah menelaah makalah ini, antara lain :
1. Saran
yang ditujukan kepada pelajar, yaitu : sebagai seorang pelajar dinegeri
Indonesia yang telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum sebaiknya para
pelajar mampu menelaah kurikulum-kurikulum sebelumnya agar mampu membedakan
kelebihan dan kekurangan disetiap perubahan dan mampu mengaplikasikannya
didalam dunia pendidikan.
2. Saran
bagi tenaga pengajar ( Guru ), yaitu tenaga pengajarpun harus lebih fasih dalam
mengaplikasikan perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi di negeri ini agar
para pelajar mampu menerima aplikasi kurikulum dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan
Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
________. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Pelayanan Profesional
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Model Pelatihan dan Pengembangan Silabus; Pelayanan
Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah; Pelayanan
Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep;
Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan
Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek.
Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Casino Promotions & Bonus Codes - JSHub
BalasHapusFind the best Casino 충청북도 출장마사지 Promotions 삼척 출장샵 & Bonus Codes for November 안양 출장안마 2021. 대구광역 출장샵 Check these top promos for casino games & live casino games and 문경 출장샵 win real cash!